Ada tiga
asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:
Hidup
itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan
kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar,
berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak
dijadikan tujuan hidup.
Setiap
manusia memiliki kebebasan – yang hampir tidak terbatas – untuk
menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas
setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun
makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.
Setiap
manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis yang
tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan
sekitar.
Ketiga
asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna
hidup sebagai berikut.
a. Dalam
setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu
mempunyai makna.
b. Kehendak
untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
c. Dalam
batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi
untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
d. Hidup
bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan,
yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (eksperiental
values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).
Tujuan dari
logoterapi adalah agar setiap pribadi:
a. memahami
adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap
orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
b. menyadari
bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan
bahkan terlupakan;
c. memanfaatkan
daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mamp[u tegak
kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk
meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Pandangan
Logoterapi terhadap Manusia
a. Menurut
Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual. Unitas
bio-psiko-spiritual.
b. Frankl
menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan
dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam
logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini dimiliki
manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena
itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality,
supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
c. Dengan
adanya dimensi noetic ini manusiamampu melakukan self-detachment,
yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan
menilai dirinya sendiri.
d. Manusia
adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi
dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah
lingkungan fisik di sekitarnya.
Tahapan
Konseling Logoterapi
Ada
empat tahap utama didalam proses konseling logterapi diantaranya adalah:
1. Tahap
perkenalan dan pembinaan rapport.
Pada
tahap ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi
dengan pembina rapport yang makin lama makin membuka peluang untuk
sebuah encounter. Inti sebuah encounter adalah penghargaan
kepada sesama manusia, ketulusan hati, dan pelayanan. Percakapan dalam tahap
ini tak jarang memberikan efek terapi bagi konseli.
2. Tahap
pengungkapan dan penjajagan masalah.
Pada
tahap ini konselor mulai membuka dialog mengenai masalah yang dihadapi konseli.
Berbeda dengan konseling lain yang cenderung membeiarkan konseli “sepuasnya”
mengungkapkan masalahnya, dalam logoterapi konseli sejak awal diarahkan untuk
menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
3. Pada
tahap pembahasan bersama,
Paada
tahap ini konselor dan konseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi
atas masalah yang dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun
dalam penderitaan.
4. Tahap evaluasi dan penyimpulan
Mencoba
memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap
selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap ini
tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan
pemenuhan makna, dan pengurangan symptom.
Sumber
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 3. Ebook.
Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar