Selasa, 20 Maret 2012

Delusi

Ø  Apa  yang dimaksud dengan gangguan  Delusi ?
Gangguan delusi merupakan suatu kondisi dimana pikiran terdiri dari satu atau lebih delusi. Disebut juga ekspresi kepercayaan yang dimunculkan kedalam kehidupan nyata seperti merasa dirinya diracun oleh orang lain, dicintai, ditipu, merasa dirinya sakit atau disakiti. Gangguan delusi dapat terjadi pada siapa saja dengan beberapa kondisi tertentu, tanpa mestinya adanya gejala yang menunjukkan skizofrenia. Secara awam , orang yang bertemu dengan penderita gangguan delusi akan mempercayai apa yang diucapkan oleh penderita tersebut karena ekspresi wajah yang sangat meyakinkan. Orang yang disebut sebagai penderita gangguan Delusi bila kemunculan delusi tersebut bukan disebabkan oleh kondisi medis. Dalam ilmu kedokteran jiwa, dikatakan bahwa delusi (waham) sering dijumpai pada penderita gangguan mental yang merupakan salah satu dari gejala gangguan isi pikir. Waham atau delusi merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar yang cukup .
Ø  Ciri – ciri orang yang mengalami gangguan delusi adalah sebagai berikut :
Tidak realistik, Tidak logis, Menetap, Egosentris, Diyakini kebenarannya oleh penderita, Tidak dapat dikoreksi, Dihayati oleh penderita sebagai hal yang nyata, Penderita hidup dalam wahamnya itu, Keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian sosiokultural setempat.
Ø  Delusi (Waham) ada berbagai macam, yaitu :
1.    Waham kendali pikir (thought of being controlled). Penderita percaya bahwa pikirannya, perasaan atau tingkah lakunya dikendalikan oleh kekuatan dari luar.
2.  Waham kebesaran (delusion of grandiosty). Penderita mempunyai kepercayaan bahwa dirinya merupakan orang penting dan berpengaruh, mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yang terpendam, atau benar-benar merupakan figur orang kuat sepanjang sejarah (misal : Jendral Sudirman, Napoleon, Hitler, dll). Pasien mempercayai bahwa ia mempunyai pengetahuan yang lebih, bakat, insight, kekuatan, kepercayaan orang, atau mempunyai hubungan khusus dengan orang terkenal bahkan Tuhan.
3.            Waham Tersangkut. Penderita percaya bahwa setiap kejadian di sekelilingnya mempunyai hubungan pribadi seperti perintah atau pesan khusus. Penderita percaya bahwa orang asing di sekitarnya memperhatikan dirinya, penyiar televisi dan radio mengirimkan pesan dengan bahasa sandi.
4.            Waham bizarre, merupakan waham yang aneh. Termasuk dalam waham bizarre, antara lain : Waham sisip pikir/thought of insertion (percaya bahwa seseorang telah menyisipkan pikirannya ke kepala penderita); waham siar pikir/thought of broadcasting (percaya bahwa pikiran penderita dapat diketahui orang lain, orang lain seakan-akan dapat membaca pikiran penderita); waham sedot pikir/thought of withdrawal (percaya bahwa seseorang telah mengambil keluar pikirannya); waham kendali pikir;waham hipokondri
5.    Waham Hipokondri. Penderita percaya bahwa di dalam dirinya ada benda yang harus dikeluarkan sebab dapat membahayakan dirinya.
6.    Waham Cemburu (Delusion of jealous). Cemburu disini adalah cemburu yang bersifat patologis. Pasien mempercayai bahwa pasangannya berselingkuh atau tidak dapat dipercaya.
7.      Waham Curiga. Curiga patologis sehingga curiganya sangat berlebihan
8.            Waham Diancam. Kepercayaan atau keyakinan bahwa dirinya selalu diikuti, diancam, diganggu atau ada sekelompok orang yang memenuhinya.
9.            Waham Kejar. Percaya bahwa dirinya selalu dikejar-kejar orang
10.   Waham Bersalah. Percaya bahwa dirinya adalah orang yang bersalah
11.   Waham Berdosa. Percaya bahwa dirinya berdosa sehingga selalu murung
12.   Waham Tak Berguna. Percaya bahwa dirinya tak berguna lagi sehingga sering berpikir lebih baik mati (bunuh diri)
13.   Waham Miskin. Percaya bahwa dirinya adalah orang yang miskin.
14.   Delusion of erotomanic; individu atau pasien mempercayai seseorang mempunyai kedudukan penting dan terlibat percintaan dengannya.
15. Delusion of persecutory; pasien mempercayai bahwa dirinya ditipu, dimata-matai, diikuti, difitnah dan tidak mempercayai orang lain.
16.  Delusion of somatic; pasien mempercayai bahwa tubuhnya merasakan sensasi sesuatu atau merasakan salah satu dari   bagian organ tubuhnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
17.  Delusion of control; waham dimana individu beranggapan bahwa dirinya dikendalikan dari luar,   atau orang lain.
18.   Delusion of influence, pasien merasa dirinya dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan dari luar dirinya.
19.  Delusion of passivity, dimana individu dalam ketidaberdayaan, merasa dirinya sebagai orang paling malang.
20.    Delusion of perception, pengalaman indrawi yang berkenan dengan mistik atau mukjizat.
21.  Tipe campuran; mempunyai delusi lebih dari satu tema atau tipe lainnya yang berkaitan dengan budaya  setempat.
   Simtom
1) Munculnya delusi atau pikiran aneh-aneh yang merupakan refleksi pemikiran dari situasi tertentu yang kemudian muncul kedalam kehidupan nyata dengan waktu durasi minimal selama 1 bulan atau lebih.
2) Simtom berbeda dari skizofrenia bila individu belum pernah mengidap gangguan tersebut, kecuali diikuti dengan delusi pembauan secara konsisten bersamaan dengan tema yang ada.
3) Tidak adanya gangguan perilaku (atau bentuk perilaku yang ganjil) dan gangguan fungsi sosial
4) Gejala mood menyertai gejala delusi yang muncul berlangsung singkat selama episode delusi berlangsung
        5) Ganguan delusi tidak disebabkan oleh penggunaan obat dan kondisi medis tertentu

Faktor penyebab
Banyak faktor kemunculan delusi, berkembangnya atau mood yang tidak stabil mempunyai pengaruh terhadap kepercayaan-kepercayaan delusi. Misalnya saja pada tipe persecutory dan cemburu akan memicu munculnya rasa marah dan perilaku kekerasan. Himpitan ekonomi, banyaknya stressor disekeliling individu dapat memicu munculnya delusi hingga individu tersebut menjadi penakut. Individu yang mencoba mengobati dirinya dengan sesuatu yang seharusnya tidak perlu merasakan adanya pengaruh terhadap tubunya merupakan salah satu gambaran tipe somatic

Treatment
Gangguan delusi jarang sekali dirasakan sebagai suatu problem bagi individu, sehingga mereka menolak dilakukan intervensi medis, kecuali gangguan tersebut bila dirasakan cukup mengganggu, kehilangan kontak sosial atau munculnya konflik interpersonal.

Assessment dan diagnosa harus dilakukan dengan hati-hati karena kemunculan delusi berhubungan erat dengan beberapa gangguan lainnya; skizofrenia, depresi, demensia, delirium, stress, gangguan keperibadian, penyalahgunaan obat-obatan, narkoba, sakit anggota tubuh, dsb.
Bagi beberapa pasien dengan gangguan delusi, metode supportif kadang cukup membantu, keberhasilan metode ini dengan memberikan dukungan kepada pasien untuk mengikuti treatment secara teratur berupa memberikan pengetahuan dan pendidikan mengenai hubungan sosial (social-skills training) dan mengurangi resiko dari dampak gangguan delusi seperti kehilangan rasa peka, isolasi diri, stress dan menghindari terjebaknya dalam perilaku kekerasan. Disamping itu pasien juga dibimbing dalam menghadapi dunia nyata, bagaimana menyesuaikan harapan dan pikirannya dengan realistic.
Terapi kognitif juga dapat membantu pasien, ini dilakukan terapis dengan membantu pasien mengidentifikasi pikiran-pikiran maladaptif dengan beberapa pertanyaan yang disesuaikan dengan pengalaman individu. Selanjutnya terapis memberikan alternative yang lebih adaptif dan dapat disesuaikan. Diskusi tentang pikiran-pikiran delusi pasien dilaporkan cukup memberikan kontribusi membaiknya pasien.
Untuk membantu pasien dengan gangguan delusi kadang dibutuhkan teman, anggota keluarga atau kelompok diskusi, dukungan dari mereka dapat membantu individu menumbuhkan kembali kepercayaan dan kemampuan dirinya seperti semula. Cara terbaik adalah memberikan dukungan pendekatan positif dengan pasien berupa kritikan dan nasehat secara terus menerus sehingga pasien akan mempunyai pengalaman dalam menghadapi stres sehingga tidak semakim memburuknya delusi tersebut.
Contoh kasus Delusi :
§  Seorang pemuda bernama B yang berumur 28 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit jiwa Semarang. Ia pernah sekolah sampai SMA dan berasal dari Cirebon. Ia pernah menikah tapi kemudian bercerai. Pekerjaannya membantu orangtuanya di apotik. Keluhan utama keluarga tentang pasien adalah karena B sering marah-marah, ngomong-ngomong sendiri ingin pindah rumah, dan mencoba membunuh dirinya. Ia mulai menujukkan penyakitnya tahun 1980. Sebelumnya ia punya pengalaman menderita kencing darah (diduga karena buang air kecil di tempat keramat). Pada usia 24 tahun ia pernah ke Jakarta dan dipaksa teman-temannya untuk minum, namun karena B tidak mau teman-temannya memukul kepala B. Ia pernah dirawat berberapa kali di RSJ, namun belum sembuh ia sudah minta pulang. Usaha ingin membunuh diri didorong oleh komik yang ia baca. Tokoh komik itu diceritakan membunuh dirinya lalu masuk ke dalam sumur. Suatu hari B mendapat halusinasi, melihat api neraka yang sangat panas, dan pemiliknya meminta B membakar dirinya sendiri agar terlepas dari masalah-masalah hidupnya. Lalu B ke dapur mengambil minyak tanah dan menyiramkannya ke badannya lalu menyulut dengan api. Setelah terbakar B berlari menuju sumur dan mencemplungkan diri ke dalam sumur. Ia menderita luka bakar yang cukup parah.
Analisa :
Dalam kasus diatas B mengalami delusi atau waham, waham yang dialaminya adalah   waham pengaruh (delusion of influence) diamana B meyakini bahwa ada kekuatan dari luar mengendalikan pikiran dan tindakannya, misalnya ketika B mengalami kencing darah dimana B menduga penyakit tersebut datang karena dia buang air kecil ditempat keramat. Yang kedua pada peristiwa dimana B ingin membunuh diri didorong oleh komik yang ia baca. Tokoh komik itu diceritakan membunuh dirinya lalu masuk ke dalam sumur. Suatu hari B mendapat halusinasi, melihat api neraka yang sangat panas, dan pemiliknya meminta B membakar dirinya sendiri agar terlepas dari masalah-masalah hidupnya. Lalu B ke dapur mengambil minyak tanah dan menyiramkannya ke badannya lalu menyulut dengan api. Setelah terbakar B berlari menuju sumur dan mencemplungkan diri ke dalam sumur, B mendapat bisikan-biskan yang sebenarnya tidak ada. Penderita merasa yakin bahwa sesuatu akan terjadi pada dirinya (delusi) dan kadang-kadang diikuti oleh pengalaman-pengalaman individu (merasa melihat atau mendengar sesuatu) yang tidak dialami oleh orang lain.
Penyebab delusi bisa dikaji melalui pendekatan psikodinamik dan pendekatan fisiologis
1.     Pendekatan psikodinamik
Awal dari gangguan delusional dapat ditelusuri dari masalah – maslah awal dalam hubungan antarpribadi. Hal yang sangat penting adalah hubungan orangtua dan anak yang menyebabkan perkembangan sifat  - sifat seperti menyendiri,curiga dan dendam. Dalam sejarah pasien yang menderita gangguan delusionalsering ditemukan bukti adanya perasaan inferioritas yang kuat setelah gagala dalam bidang – bidang penyesuaian diri yang penting.  Simptom – simptom dari gangguan delusional sering berupa pembentuk- pembentukan reaksi dalam mengadakan respons terhadap perasaan bersalah yang tidak dapat diterima individu. Contoh teori yang menjelaskan psikodinamika dari proses gangguan delusi adalah teori psikoanalitik dari Freud.
Teori psikoanalitik- Freud menjelaskan bahwa pola yang berikut terjadi pada gangguan delusioanl.A.    ‘’ aku mencintainya’’ tetapi ini ditolak karena merupakan ungkapan dari kecenderungan-kecenderungan homoseksual yang tidak disadari dan tidak dapat diterima
B.     Dengan proses pembentukan reaksi
A berubah menjadi ‘’ aku membencinya ‘’ tetapi ini juga ditolak karena isinya agresif.
            c. mekanisme proyeksi mengubah B menjadi ‘’ ia membencikudan mengejar ngejar aku’’. Meskipun benar pola ini muncul dalam banyak kasus gangguan delusional, tetapi tidak cukup bukti mengemukakan sebagai penyebab umum gangguan delusional. 
2. Pendekatan Fisiologis
Delusi itu terjadi karena penggunaan bermacam – macam obat ( terutama amfetamin )atau karena individu menderita gangguan psikotik ( skizofrenia ). Dalam gangguan delusional tidak ditemukan  dalam patologi fisik atau biokimiawi yang menyebabkan delusi. Walaupun demikian ,banyak penelitian yang mengemukakan bahwa tumor – tumor endokrin yang diamati pada pemeriksaan mayat yang terjadi pada penderita gangguan delusional, dengan frekuensi 10 kali pada orang orang normal dan 4 kali pada pasien psikotik yang bukan menderita gangguan delusional.


Sumber :
http://perawatjiwaunpad.blogspot.com/2008/03/wahamdelusi-semaraknya-aliran-sesat.html
 http://www.psikomedia.com/article/view/Psikologi-Klinis/2235/GANGGUAN-DELUSI/
 books.google.co.id kesehatan mental 1-Drs Yustinus semiun, OFM





Minggu, 18 Maret 2012

Hubungan Psikologi dan Kesehatan Mental

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno:  (Psychē yang berarti jiwa) dan logia yang artinya ilmu sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Defenisi ini membuat psikologi bergeser dari yang mempelajari jiwa ke penelitian tingkah laku. Lalu Kesehatan Mental adalah keinginan wajar bagi setiap manusia seutuhnya,tetapi untuk mendapatkan kesehatan jiwa yang seperti itu susah. Diperlukan keterbukaan psikis manusia atau dilakukan penelitian secara langsung atau tidak langsung pada manusia yang menderita gangguan jiwa, agar terhindar dari gangguan itulah diperlukan pembelajaran tingkah laku dan pencegahan dini .Pengertian kesehatan mental juga dipengaruhi oleh kultur dimana seseorang itu tinggal ,karena apa yang boleh dilakukan dalam suatu budaya tertentu ,kemungkinan menjadi hal yang tidak normal dalam budaya lain ,begitupun sebaliknya (Sias, 2006). Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental hygiene. Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan

*   Apa hubungannya psikologi dan kesehatan mental ?
Hubungan antara kebutuhan psikologis dengan kesehatan mental sangat erat dan keterkaitan.. Seseorang yang kehidupannya bahagia, tentram sejahtera tentu akan dapat perpikir dan menjalankan hidup dengan berprilaku semestinya.  Namun sebaliknya jika spikologis seseorang sudah terganggu maka kesehtan mental ikut terganggu.Jika salah satu kebutuhan manusia itu terganggu maka kesehatan mentalnya itupun juga terganggu. Jika kebutuhan fisik manusia itu terpenuhi tetapi psikologisnya tidak terpenuhi maka mentalnya pun tidak akan sehat Kebutuhan manusia antara kebutuhan fisik dan psikologis itu saling keterkaitan.
*   Sejarah Kesehatan Mental
Era pra Ilmiah
1. Kepercayaan Animisme
Sejak zaman dulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitif animeisme, ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasisi oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang primitrif percaya bahwa angin bertiup, ombak mengalun, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal dalam benda-benda tersebuit.
Orang yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dari korban.
2. Kemunculan Naturalisme
Perubahan sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada zaman Hipocrates (460-467). Dia dan pengikuutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan, yaitu dengan menggunakan pendekatan ”Naturalisme”, suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental atau fisik itu merupakan akibat dari alam. Hipocrates menolak pengaruh roh, dewa, syetan atau hantui sebagai penyebab sakit. Dia menyatakan: ”Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan memicu bau yang amis, akan tetapi anda tidak akan melihat roh, dewa atau hantuyang melukai badan anda”.
Ide naturalkistik ini kemudian dikembangkan oleh Galen, seorang tabib dalam lapangan pekerjaan pemeriksaan atau pembedahan hewan.
Dalam perkembangan selajutnya, pendekatan naturalistik ini tidak dipergunakan lagi dikalangan orang-orang kristen. Seorang dokter perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filasafat politik dan sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia telah terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, para pasiennya (yang maniac) dirantai, diikat ditembok dan ditempat tidur. Para pasien yang telah dirantai selama 20 tahun atau lebih, adan mereka dipandang sangat berbahaya dibawa jalan-jalan disekitar ruimah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak menunjukkan lagi kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya sendiri.
Era Ilmiah (Modern)
Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan era pengobatan gangguan mental, yaitu dari animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi pada saat berkembangnya Psikologi Abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat, yaitu pada tahun 1783. ketika itu benyamin rush (1745-1813) menjadi anggota staff medis dirumah sakit Penisylvania. Dirumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai ”lunaties” (orang-orang gila atau sakit ingatan).
Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyakit kegilaan tersebut, dan kurang mengetahui bagaimana menyembuhkannya. Sebagai akibatnya, pasien-pasien tersdebut didukung dalam sel yang kurang sekali alat ventilasinya, dan mereka sekali-sekali digugur dengan air.
Rush melakukan usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut. Cara yang ditempuhnya adalah dengan melalui penulisan artikel-artikel dalam koran, ceramah, dan pertemuan-pertemuan lainnya. Akhirnya, setelah usaha itu dilakukan (selama 13tahun), yaitu pada tahun 1796, dirumah mental. Ruangan ini dibedakan untuk pasien wanita dan pria. Secara berkesenimbungan, rush mengadakan pengobatan kepada para pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Perkembangan psikologi abnormal dan pskiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya Mental Hygiene yang berkembang menjadi suatu ”Body Of Knowledge” berikut gerakan-gerakan yang teorganisir.
Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli, dalam hal ini terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Kedua orang ini banyak mendedikasikan hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan lemah. Dorthea Lynde Dix lahir pada tahun 1802 dan meninggal duinia tanggal 17 July 1887. dia adalah seorang guru sekolah di Massachussets, yang menaruh perhatian terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental. Sebagian perintis (pioneer), selama 40tahun dia berjuang untuk memberikan pengorbanan terhadap orang-orang gila secara lebih manusiawi.
Usahanya mula-mula diarahkan pada para pasien mental dirumah sakit. Kemudian diperluas kepada para penderita gangguan mental yang dikurung dirumah-rumah penjara. Pekerjaan Dix ini merupakan faktror penting dalam membangun kesadaran masyarakat umum untuk memperhatikan kebutuhan para penderita gangguan mental. Berkat usahanya yang tak kenal lelah, di Amerika serilkat didirikan 32 rumah sakit jiwa, dimana dia layak mendapat pujian sebagai salah seorang wanita besar di abad 19.
Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama dsekade 1900-19090 beberpa organisasi kesehetran mental telah didirikan, sepert: American Social Hygiene Associatin (ASHA), dan American Federation for Sex Hygiene.
Perkembangan gerakan-gerakan dibidang kesehatan mental ini tidak lepas dari jasa Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Bahkan, karena jasa-jasanya itulah, dia dinobatkan sebagai ”The Founder Of The Mental Hygiene Movement”. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.
Dedikasi Beers yang begitu kuat dalam kesehatan mental, dipengaruhi juga oleh pengalamannya sebagai pasien dibeberapa rumah sakit jiwa yang berbeda. Selama dirumah sakit, dia mendapatkan pelayanan atau pengobatan yang keras dan kasar (kuarang manusia). Kondisi seperti ini terjadi, karena pada masa itu belum ada perhatian terhadap masalah gangguan mental, apalagi pengobatannya.
Setelah dua tahun mendapatkan perawatan dirumah sakit dia mulai memperbaiki dirinya, dan selama tahun terakhirnya sebagai pasien, dia mulai mengembangkan gagasan untuk membuat suatu gerakan untuk melindungi orang-orang yang mengalami gangguan mental atau orang gila (insane). Setelah dia kembali dalam kehidupan yang normal (sembuh dari penyakitnya), pada tahun 1908 di menindaklanjuti gagasannya demngan mempublikasikan sebuah tulisan autobiografinya sebagai, mantan penderita gangguan mental, yang berjudul ”A Mind That Found It Self”. Kehadiran buku ini disambut baik oleh Willian james, sebagai seorang pakar psikologi. Dalam buku ini, dia memberikan koreksi terhadap program pelayanan, perlakuan atau ”treatment” yang diberikan kepada para pasien dirumah sakit-rumah sakit yang dipandangnya kurang manusiawi. Disamping itu dia melupakan reformasi terhadap lembaga yang diberikan perawatan gangguan mental.
Beers meyakini bahwa penyakit atau gangguan mental dapat dicegah atau disembuhkan. Selanjutnya dia merancang suatu program yang bersifat nasional tujuan:
  1. Mereformasi program perawatan dan pemngobatan terhadap orang-orang pengidap penyakit jiwa. 
  2. Melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat agar mereka memiliki pemahaman dan sikap yang positif terhadap para pasien yang mengidap gangguan atau penyakit jiwa 
  3. Mendorong dilakukannya berbagai penelitian tentang kasus-kasus dan pengobatan gangguan mental. 
  4. Mengembangkan praktik-praktik untuk mencegah gangguan mental.
Program Beers ini ternyata mendapat respon positif dari kalangan masyarakat, terutama kalangan para ahli, seperti Wlliam James dan seorang Psikiatris ternama, yaitu Adolf Mayer. Begitu tertariknya terhadap gagasan Beers, Adolf Mayer menyarankan untuk menamai gerakan itu dengan nama ”Mental Hygiene”. Dengan demikian, yang mempopulerkan istilah ”Mental Hygiene” adalah Mayer.
Belum lama setelah buku itu diterbitkan, yaitu pada tahun 1908, sebuah organisasio pertama, didirikan, dengan nama ”Connectievt Society For Mental Hygiene”. Satu tahu kemudian, tepatnya pada tanggal 19 Februari 1909 didirikan ”National Commitye Siciety For Mental Hygiene”, disini Beers diangkat menjadi sekretarisnya. Organusasi ini bertujuannya.
  1. Melindungi kesehatan mental masyarakat 
  2. Menyusun standar perawatan para pengidap gangguan mental 
  3. Meningkatkan studi tentang gangguan mental dalam segala bentuknya dan berbagai aspek yang terkait dengannya. 
  4. Menyebarkan pengetahuan tentang kasus gangguan mental, pencegahan dan pengobatannya 
  5. Mengkoordinasikan lembaga-lembhaga perawatan yang ada
Terkait dengan perkembangan gerakan kesehatan mental ini, Deutsch mengemukakan bahwa pada masa dan pasca Perang Dunia I, gerakan kesehatan mental ini mengkonsentarsikan programnya untuk membantu mereka yang mengalami masalah serius. Setelah perang usai, gerakan kesehatan mental semakin berkembang dan cakupan garapannya meliputi berbagai bidang kegiatan, seperti : pendidikan, kesehatan masyarakat, pengobatan umum, industri, kriminologi, dan kerja sosial.
Secara hukum, gerakan kesehatan mental ini mendapatkan pengukuhannya pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani ”The National Mental Helath Act”. Dokumen ini merupakan bluprint yang komprehensif, yang berisi program-program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.
Beberapa tujuan yang terkandung dalam dokumen tersebut itu meliputi:
  1. Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat Amerika Serikat, melalui penelitian, inevetigasi, eksperimen penanganan kasus-kasus, diagnosis dan pengobatan. 
  2. Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakukan kegiatan penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian dan meningkatkan kegiatan dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitiannya. 
  3. Memberikan latihan terhadap para personel tentang kesehatan mental 
  4. Mengembangkan dan membantu negara dalam menerapkan berbagai metode pencegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap para pengidap gangguan mental
Pada tahun 1950 organisasi kesehatan mental terus bertambah, yaitu dengan berdirinya ”National Association For Mental Health” yang bekerjasama dengan tiga organisasi swadaya masyarakat lainnya, yaitu ”National Committee For Mental Hygiene”, ”National Mental Health Foundation”, dan ”Psychiatric Foundation”.
Gerakan kesehatan mental ini terus berkambang, sehingga pada tahun 1075 di Amerika serikat terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental. Dibelahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui ”The World Federation For Mental Health” dan “The World Health Organization”.
*   Inilah definisi Kesehatan Mental dari beberapa ahli :
·      Pieper dan Uden (2006)Kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis  terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
·      Alexander Schneider
 ilmu Kesehatan mental adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidak kemampuan menyesuaikan diri.
·      Samson, sin dan hofilena  ilmu kesehatan mental sebagai ilmu yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi fungsi mental sebagai ilmu yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi mental yang sehat dan mencegah ketidak mampuan menyesuaikan diri atau kegiatan- kegiatan mental yang kalut.
·       Notosoedirjo dan Latipun (2005)
Terdapat banyak definisi dari kesehatan mental (mental hygene) yaitu:
 (1) karena tidak mengalami gangguan mental,
 (2) tidak jatuh sakit akibat stessor,
(3) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya,
      (4) tumbuh dan berkembang secara positif. 


Sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit dan gangguan jiwa. Vaillaint (dalam  Notosoedirjo  & Latipun,  2005), mengatakan bahwa kesehatan mental atau psikologis itu “as the presence of successfull adjustmet or the absence of psychopatology” dan yang dikemukakan oleh Kazdin yang menyatakan kesehatan mental ”as a state in which there is an absence of dysfunction in psychological, emotional, behavioral, and sosial spheres”.  Pengertian ini bersifat dikotomis, bahwa orang berada dalam keadaan sakit atau sehat psikisnya. Sehat jika tidak terdapat sedikitpun gangguan psikisnya, dan jika ada gangguan psikis maka diklasifikasikan sebagai orang sakit. Dengan kata lain sehat dan sakit itu mental itu bersifat nominal ytang dapat dibedakan kelompok-kelompoknya. Sehat dengan pengertian ”terbebas dari gangguan”, berarti jika ada gangguan sekialipun sedikit adanya, seseorang itu diangganb tidak sehat.
Sehat mental jika tidak sakit akibat adanya stressor
Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa orang  yang sehat mentalnya  adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (sumber stres). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya.
Sehat mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya
Michael dan Kirk Patrick (dalam Notosudirjo & Latipun, 2005) memandang bahwa individu yang sehat mentalnya jika terbebas dari gejala psikiatris dan individu itu berfungsi secara optimal dalam lingkungan sosialnya. Pengertian ini terdapat aspek individu dan aspek lingkungan. Seseorang yang sehat mental itu jika sesuai dengan kapasitasnya diri sendiri, dan hidup tepat yang selaras dengan lingkungannya.
Sehat mental karena tumbuh dan berkembang secara positif
Frank, L. K. (dalam Notosudirjo & Latipun, 2005)   merumuskan pengertian kesehatan mental secara lebih komprehensif dan melihat kesehatan mental secara ”positif”. Dia mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah orang yang terus menerus tumbuh, berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab, menemukan penyesuaian (tanpa membayar terlalu tinggi biayanya sendiri atau oleh masyarakat) dalam berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial dan tindakan dalam budayanya. Dari berbagai pengertian yang ada, Johada (dalam Notosoedirjo dan Latipun, 2005), merangkum pengertian kesehatan mental dengan mengemukakan tiga ciri pokok mental yang sehat:
(a)    Seseorang melakukan penyesuaian  diri terhadap lingkungan  atau  melakukan usaha untuk menguasai, dan mengontrol lingkungannya,  sehingga tidak pasif menerima begitu saja kondisi sosialnya
(b)   Seseorang menunjukkan kutuhan kepribadiaanya  – mempertahankan integrasi  kepribadian  yang stabil  yang diperoleh sebagai akibat dari pengaturan yang aktif.
(c)     Seseorang mempersepsikan “dunia” dan dirinya dengan benar, independent dalam hal kebutuhan pribadi.
Federasi Kesehatan Mental Dunia (World Federation for Mental Health) merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai berikut.
(1) Kesehatan mental sebagai kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan  keadaan orang lain.
 (2) Sebuah masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada anggota masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang dan toleran terhadap masyarakat yang lain. Dalam konteks Federasi Kesehatan Mental Dunia ini jelas bahwa kesehatan mental itu tidak cukup dalam pandangan individual belaka tetapi sekaligus mendapatkan dukungan dari masyarakatnya untuk berekembang secara optimal.
   Prinsip-prinsip pengertian kesehatan mental adalah sebagai berikut:
1. Kesehatan mental adalah lebih dari tiadanya perilaku abnormal. Prinsip ini menegaskan bahwa yang dikatakan sehat mentalnya tidak cukup kalau dikatakan sebagai orang yang tidak megalami abnormalitas atau orang yang normal. Karena pendekatan statistik memberikan kelemahan pemahaman normalitas itu. Konsep kesehatan mental lebih bermakna positif daripada makna keadaan umum atau normalitas sebagaimana konsep statistik.
 2. Kesehatan mental adalah konsep yang ideal.Prinsip ini menegaskan bahwa kesehatan mental menjadi tujuan yang amat tinggi bagi seseorang. Apalagi disadari bahwa kesehatan mental itu bersifat kontinum. Jadi sedapat mungkin orang mendapatkan kondisi sehat yang paling optimal dan berusaha terus untuk mencapai kondisi sehat yang setingi-tingginya.
3. Kesehatan mental sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup.Prinsip ini menegaskan bahwa kualitas hidup seseorang salah satunya ditunjukkan oleh kesehatan mentalnya. Tidak mungkin membiarkan kesehatan mental seseorang untuk mencapai kualitas hidupnya, atau sebaliknya kualitas hidup seseorang dapat dikatakan meningkat jika juga terjadi peningkatan kesehatan mentalnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental adalah

 

Suatu kondisi dimana kepribadian, emosional, intelektual dan fisik seseorang tersebut dapat berfungsi secara optimal, dapat beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan  dan  stressor, menjalankan kapasitasnya selaras dengan lingkungannya, menguasai lingkungan,  merasa nyaman dengan diri sendiri, menemukan penyesuaian diri yang baik terhadap tuntutan sosial dalam budayanya, terus menerus bertumbuh, berkembang dan matang dalam hidupnya, dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.



Dimensi Kesehatan Mental
Maslow dan Mittlemenn (dalam Notosoedirjo & Latipun, 2005) menguraikan pandangannya mengenai prinsip-prinsip kesehatan mental, yang menyebutnya dengan  manifestation of psychological health.  Maslow menyebut kondisi yang sehat secara psikologis itu dengan istilah self actualization sekaligus sebagai puncak kebutuhan dari teori hierarki kebutuhan yang disusunnya. Manifestasi mental yang sehat (secara psikologis) menurut Maslow dan Mittlemenn  tercermin dari kesebelas dimensi kesehatan mental yakni  adalah sebagai berikut:
1. Adequate feeling of security  (rasa aman yang memadai). Perasaan merasa aman dalam hubungannya dengan pekerjaan, sosial, dan keluarganya.
2. Adequate self evaluation  (kemampuan menilai diri sendiri yang memadai), yang mencakup (a) Memiliki harga diri yang memadai dan merasa ada nilai yang sebanding  antara keadaan diri yang sebenarnya (potensi diri) denganprestasinya, (b) Memiliki perasaan berguna akan diri sendiri, yaitu perasaan yang secara moral masuk akal,  dan  tidak diganggu oleh rasa bersalah yang berlebihan, dan mampu mengenal beberapa hal yang secara sosial dan personal tidak dapat diterima oleh kehendak umum yang selalu ada sepanjang kehidupan di masyarakat.
3. Adequate spontaneity and emotionality  (memiliki spontanitas dan perasaan yang memadai dengan orang lain), hal ini ditandai oleh kemampuan membentuk ikatan emosional secara kuat dan abadi, seperti hubungan persahabatan dan cinta,  mampu mengekspresikan  ketidaksukaan  / ketidaksetujuan  tanpa kehilangan kontrol, kemampuan memahami dan membagi  perasaan kepada orang lain, kemampuan menyenangi diri sendiri dan tertawa.  Ketika seseorang tidak senang pada suatu saat, maka  dia harus memiliki alasan yang tepat mengapa dia tidak senang.
4. Efficient contact with reality (mempunyai kontak yang efesien dengan realitas) kontak ini sedikitnya mencakup tiga aspek yaitu dunia fisik,  sosial, dan diri sendiri dan internal. Hal ini ditandai (a) Tiadanya fantasi (khayalan dan anganangan)  yang berlebihan, (b)  Mempunyai pandangan yang realistis dan luas terhadap dunia, yang disertai dengan kemampuan menghadapi kesulitan hidup sehari-hari, misalnya sakit dan kegagalan, dan (c) Kemampuan untuk merubah diri sendiri  jika situasi eksternal (lingkungan) tidak dapat dimodifikasi (dirubah) dan dapat bekerjasama tanpa merasa tertekan (cooperation with the inevitable)
5. Adequate bodily desires and ability to gratify them  (keinginan-keinginan jasmani yang memadai dan kemampuan untuk memuaskannya). Hal ini ditandai dengan (a) Suatu sikap yang sehat terhadap fungsi jasmani, dalam arti menerima  fungsi jasmani tetapi bukan dikuasai oleh fungsi jasmani tersebut, (b)  Kemampuan  memperoleh kenikmatan  dan  kebahagiaan dari dunia fisik dalam kehidupan seperti makan, tidur, dan pulih kembali dari kelelahan, (c) Kehidupan seksual yang wajar dan  keinginan yang sehat untuk memuaskannya tanpa rasa takut dan konflik, (d) Kemampuan bekerja, (e) Tidak adanya kebutuhan yang berlebihan untuk mengikuti dalam berbagai aktivitas.
6. Adequate self knowledge  (mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar). Termasuk di dalamnya adalah:
 (a)  Cukup mengetahui tentang: motif, keinginan, tujuan, ambisi, hambatan, kompetensi, pembelaan,  dan  perasaan rendah diri.
(b) Penilaian yang realistis terhadap  diri sendiri baik kelebihan maupun Kekurangan.
 (c)Mampu menilai diri secara jujur (jujur pada diri sendiri), mampu untuk menerima diri sendiri apa adanya, dan mengakui serta menerima sejumlah hasrat atau pikiran  meskipun  beberapa diantara hasrathasrat itu secara sosial dan personal tidak dapat diterima.
7. Integration and consistency of personality  (kepribadian yang utuh dan konsisten).
(a) Cukup baik perkembangan diri dan kepribadiannya, kepandaiannya, dan berminat dalam beberapa aktivitas,
(b) Memiliki prinsip moral dan kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan
pandangan kelompok
(c) Mampu untuk berkonsentrasi,
 (d) Tiadanya konflik-konflik besar dalam kepribadiannya dan tidak dissosiasi terhadap
kepribadiannya.
8. Adequate of life goal  (memiliki tujuan hidup yang wajar). Hal ini berarti
 (a) Memiliki tujuan hidup yang sesuai dengan dirinya sendiri dan dapat dicapai,
(b) Mempunyai usaha yang tekun dalam mencapai tujuan tersebut, dan
 (c) Tujuan itu bersifat baik untuk diri sendiri dan masyarakat.
9. Ability to learn from experience  (kemampuan belajar dari pengalaman).
Kemampuan untuk belajar dari pengalaman hidupnya sendiri. Bertambahnya
pengetahuan, kemahiran dan keterampilan mengerjakan sesuatu berdasarkan
hasil pembelajaran dari pengalamannya. Selain itu, juga termasuk didalamnya
kemampuan untuk belajar secara spontan.
10. Ability to satisfy to requirements of the group  (kemampuan memuaskan
tuntutan kelompok). Individu harus:
(a) Dapat memenuhi tuntutan kelompok dan mampu  menyesuaikan diri dengan anggota kelompok yang lain tanpa harus kehilangan identitas pribadi dan diri sendiri,
(b) Dapat menerima normanorma yang berlaku dalam kelompoknya,
(c) Mampu menghambat dorongan dan hasrat diri sendiri yang dilarang oleh kelompoknya,
(d) Mau berusaha untuk memenuhi tuntutan dan harapan kelompoknya: ambisi, ketepatan, persahabatan, rasa tanggung jawab, dan kesetiaan,
 (e) Berminat untuk melakukan aktivitas atau kegiatan yang disenangi oleh kelompoknya.
11. Adequate emancipation from the group or culture  (mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya). Hal ini mencakup:
 (a) Kemampuan untuk menilai sesuatu itu baik dan yang lain adalah buruk berdasarkan penilaian diri sendiri tanpa terlalu dipengaruhi oleh kebiasaankebiasaan dan budaya serta kelompok,
 (b) Dalam beberapa hal bergantung pada pandangan kelompok,
 (c) Tidak ada kebutuhan yang berlebihan untuk membujuk (menjilat), mendorong, atau menyetujui kelompok,
 (d) Mampu menghargai perbedaan budaya.
Carl Rogers mengenalkan konsep fully functioning (pribadi yang berfungsi sepenuhnya) sebagi bentuk kondisi mental yang sehat (Pieper & Uden, 2006). Secara singkat  fully functioning person  ditandai
 (1) Terbuka terhadap Pengalaman
 (2) Ada kehidupan pada dirinya
 (3) Kepercayaan kepada organismenya
 (4) Kebebasan berpengalaman
 (5) Kreativitas.
Golden Allport (dalam  Notosoedirdjo & Latipun, 2005) menyebut mental yang sehat dengan maturity personality. Dikatakan bahwa untuk mencapai kondisi yang matang itu melalui proses hidup yang disebutnya dengan proses becoming.Menurutnya  Orang yang matang jika:
(1) Memiliki kepekaan pada diri secara luas,
(2) Hangat dalam berhubungan dengan orang lain,
 (3) Keamanan emosional atau penerimaan diri,
(4) Persepsi yang realistik, keterampilan dan pekerjaan,
 (5) Mampu menilai diri secara objektif dan memahami humor
 (6) Menyatunya filosofi hidup.
D.S. Wright dan A Taylor (dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2005) mengemukakan tanda-tanda orang yang sehat mentalnya adalah sebagai berikut:
(1) Bahagia (happiness) dan terhindar dari ketidakbahagiaan,
 (2) Efisien dalam menerapkan dorongannya untuk kepuasan kebutuhannya,
 (3) Kurang dari kecemasan,
 (4) Kurang dari rasa berdosa (rasa berdosa merupakan refleks dari kebutuhan  self-punshment),
 (5) Matang, sejalan dengan perkembangan yang sewajarnya,
 (6) Mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya,
 (7) Memiliki otonomi dan harga diri,
 (8) Mampu membangun hubungan emosional dengan orang lain
(9) Dapat melakukan kontak dengan realita.
Prinsip dalam Kesehatan Mental
Schbeiders (dalam Notosoedirdjo  &  Latipun, 2005) beberapa yang harus diperhatikan dalam memahami kesehatan mental. Prinsip ini berguna dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan mental serta pencegahan terhadap gangguan-gangguan mental. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
*      Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, meliputi:
a. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan atau bagian yang tidak terlepas dari kesehatan fisik dan integritas organisme.
b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik, perilaku manusai harus sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelektual, religius, emosional dan sosial.
c. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian diri, yang meliputi pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
d. Dalam pencapaian khususnya dalam memelihara kesehatan dan penyesuaian kesehatan mental, memperluas tentang pengetahuan diri sendiri merupakan suatu keharusan
e. Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, yang meliputi penerimaan diri dan usaha yang realistik terhadap status atau harga dirinya sendiri.
f. Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan terus menerus memperjuangkan untuk peningkatan diri dan realisasi diri jika kesehatan dan penyesuaian mental hendak dicapai.
g. Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan pengembangan terus menerus dalam diri seseorang mengenai kebaikan moral yang tertinggi, yaitu: hukum, kebijaksanaan, ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan hati, dan moral.
h. Mencapai dan memelihara kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada penanaman dan perkembangan kebiasaan yang baik.
i. Stabilitas dan penyesuaian mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas untuk mengubah meliputi mengubah situasi dan mengubah kepribadian.
j. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan perjuangan yang terus menerus untuk kematangan dalam pemikiran, keputusan, emosionalitas dan perilaku.
k. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan belajar mengatasi secara efektif dan secara sehat terhadap konflik mental dan kegagalan dan ketegangan yang ditimbulkannya.
3. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan lingkungannya,
meliputi:
l. Kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada hubungan
interpersonal yang sehat, khususnya didalam kehidupan keluarga.
m. Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung kepada
kecukupan dalam kepuasa kerja.
n. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan sikap yang realistik yaitu
menerima realitas tanpa distorsi dan objektif.
*      Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi:
o   Stabilitas mental memerlukan seseorang mengembangkan kesadaran atas realitas terbesar daripada dirinya yang menjadi tempat bergantung kepada setiap tindakan yang fundamental.
o   Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan antara manusia dengan Tuhannya.
*      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
o   Biologis
Beberapa aspek biologis yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan mental, diantaranya: otak, sistem endokrin, genetik, sensori, kondisi ibu selama kehamilain.
1. Otak
Otak sangat kompleks secara fisiologis, tetepi memiliki fungsi yang sangat esensi bagi keseluruhan aktivitas manusia. Diferensiasi dan keunikan yang ada pada manusia pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari otak manusia. Keunikan manusia terjadi justru karena keunikan otak manusia dalam mengekspresikan seluruh pengalaman hidupnya. Jika didipadukan dengan pandangan-pandangan psikologi, jelas adanya kesesuaian antara perkembangan fisiologis otak dengan perkembangan mental. Funsi otak seperti motorik, intelektual, emosional dan afeksi berhubungan dengan mentalitas manusia.
2. Sistem endokrin
Sistem endokrin terdiri dari sekumpulan kelenjar yang sering bekerja sama dengan sistem syaraf otonom. Sistem ini sama-sama memberikan fungsi yang penting yaitu berhubungan dengan berbagai bagian-bagian tubuh. Tetapi keduanya memiliki perbedaan diantaranya sistem syaraf menggunakan pesan  kimia dan elektrik  sedangkan sistem endokrin berhubungan dengan bahan kimia, yang disebut dengan hormon. Tiap kelenjar endokrin mengeluarkan hormon tertentu secara langsung ke dalam aliran darah, yang membawa bahan-bahan kimia ini ke seluruh bagian tubuh. Sistem endokrin berhubungan dengan kesehatan mental seseorang. Gangguan mental akibat sistem endokrin berdampak buruk pada mentalitas manusia. Sebagai contoh terganggunya kelenjar adrenalin berpengaruh terhadap kesehatan mental, yakni terganggunya “mood” dan perasannya dan tidak dapat melakukan coping stress.
3. Genetik
Faktor genetik diakui memiliki pengaruh yang besar terhadap mentalitas manusia. Kecenderungan psikosis yaitu schizophrenia  dan manis-depresif merupakan sakit mental yang diwariskan secara genetis dari orangtuanya. Gangguan lainnya yang diperkirakan sebagai faktor genetik adalah ketergantungan alkohol, obat-obatan,  Alzeimer syndrome, phenylketunurine, dan huntington syndrome. Gangguan mental juga terjadi karena tidak normal dalam hal jumlah dan struktur kromosom. Jumlah kromosom yang berlebihan atau berkurang dapat menyebabkan individu mengalami gangguan mental.
4. Sensori
Sensori merupakan aspek penting dari manusia. Sensori merupakan alat yang menagkap segenap stimuli dari luar. Sensori termasuk: pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman. Terganggunya fungsi sensori individu menyebabkan terganggunya fungsi kognisi dan emosi individu. Seseorang yang mengalami  gangguan pendenganran misalnya, maka akan berpengaruh terhadap perkembangan emosi sehingga cenderung menjadi orang yang paranoid, yakni terganggunya afeksi yang ditandai dengan kecurigaan yang berlebihan kepada orang lain yang sebenarnya kecurigaan itu adalah salah.
5. Faktor ibu selama masa kehamilan
Faktor ibu selama masa kehamilan secara bermakna mempengaruhi kesehatan mental anak. Selama berada dalam kandungan, kesehatan janin ditentukan oleh kondisi ibu. Faktor-faktor ibu yang turut mempengaruhi kesehatan mental anaknya adalah: usia, nutrisi, obat-obatan, radiasi, penyakit yang diderita, stress dan komplikasi.
o   Psikologis
Notosoedirjo dan latipun (2005), mengatakan bahwa aspek psikis manusia merupakan satu kesatuan dengan dengan sistem biologis. Sebagai subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan manusia.
1. Pengalaman Awal
Pengalaman awal merupakan segenap pengalaman-pengalaman yang terjadi pada individu  terutama yang terjadi pada masa lalunya. Pengalaman awal ini dipandang sebagai bagian penting bahkan  sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari.
2. Proses Pembelajaran
Perilaku manusia adalah sebagian besar adalah proses belajar, yaitu hasil pelatihan dan pengalaman. Manusia belajar secara langsung sejak pada masa bayi terhadap lingkungannya. Karena itu faktor lingkungan sangat menentukan mentalitas individu.
3. Kebutuhan
Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang. Orang yang telah mencapai kebutuhan aktualisasi yaitu orang yang mengeksploitasi dan mewujudkan segenap kemampuan, bakat, keterampilannya sepenuhnya, akan mencapai pada tingkatan apa yang disebut dengan tingkat pengalaman puncak (peack experience).  Maslowmengatakan bahwa ketidakmampuan dalam mengenali dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya adalah sebagai dasar dari gangguan mental individu.
o   Sosial Budaya
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Lingkungan sosial tertentu dapat menopang bagi kuatnya kesehatan mental sehingga membentuk kesehatan mental yang positif, tetapi pada aspek lain kehidupan sosial itu dapat pulan menjadi  stressor yang dapat mengganggu kesehatan mental.
 Gangguan dan Penyakit Jiwa
1. Psikosomatik
Adalah penderita yang menemukan kelainan-kelainan atau keluhan. Pada tubuhnya yang disebabkan oleh faktor-faktor emosional melalui syarat yang menimbulkan perubahan yang tidak mudah pulihnya, misalnya : sulit tidur jika banyak masalah, hilang nafsu makan, makan berlebihan.
2. Kelainan kepribadian
Penderita sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Misalnya orang suka meledak emosinya.
3. Retardasi mental
Adalah keterbelakangan atau keterlambatan perkembangan jiwa seseorang.Contoh dalam memahami sesuatu ilmu pengetahuan yang baru di dapat atau kata-kata baru, cara pemahamannya terlalu lama.
4. Rasionalisasi
Dimana penderita sering memutarbalikkan fakta yang bersangkutan dengan ego individunya sendiri atau dalam arti lain memutarbalikkan hati nuraninya sendiri yang mengakibatkan kepercayaan diri hilang.
5. Neurosis
Adalah gangguan jiwa yang penderitanya masih dalam keadaan sadar, dengan melalui ketidakberesan tingkah laku, susunan syaraf juga karena sikap seseorang terhadap orang lain.Ciri-ciri neurosis meliputi : sering adanya konflik, reaksi kecemasan, kerusakan aspek-aspek kepribadian, phobia, gangguan pencernaan.Seseorang yang terkena neurosis mengetahui bahwasanya bahwa jiwanya terganggu, baik disebabkan gangguan jasmani dan jiwanya sendiri.
6. Psikosis
Pada psikosis ini penderita sudah tidak dapat menyadari apa penyakitnya, karena sudah menyerang seluruh keadaan netral jiwanya.
Ciri-cirinya meliputi :
v Disorganisasi proses pemikiran
v Gangguan emosional
v Disorientasi waktu, ruang
v Sering atau terus berhalusinasi
Terapi Gangguan Jiwa
Terapi di sini mengandung arti proses penyembuhan dan pemulihan jiwa yang benar-benar sehat. Di antaranya terapi-terapi yang digunakan meliputi beberapa bentuk :
a. Terapi holistic, yaitu terapi yang tidak hanya menggunakan obat dan ditujukan kepada gangguan jiwanya saja, dalam arti lain terapi ini mengobati pasien secara menyeluruh
b. Psikoterapi keagamaan, yaitu terapi yang diberikan dengan kembali mempelajari dan mengamalkan ajaran agama
c. Farmakoterapi, yaitu terapi dengan menggunakan obat. Terapi ini biasanya diberikan oleh dokter dengan memberikan resep obat pada pasien.
d. Terapi perilaku, yaitu terapi yang dimaksudkan agar pasien berubah baik sikap maupun perilakunya terhadap obyek atau situasi yang menakutkan. Secara bertahap pasien dibimbing dan dilatih untuk menghadapi berbagai objek atau situasi yang menimbulkan rasa panik dan takut. Sebelum melakukan terapi ini diberikan psikoterapi untuk memperkuat kepercayaan diri.
Jadi Kesehatan mental merupakan faktor terpenting untuk menjalankan kehidupan manusia secara normal. Psikis manusia jika tidak dijaga akan menimbulkan suatu gangguan jiwa yang lambat laun dibiarkan akan menjadi suatu beban yang berat bagi penderitanya. Di antara gangguan psikis meliputi psikosomatik, kelainan kepribadian, retardasi mental, rasionalisasi, neurosis, dan psikosis, yang dari gangguan jiwa itu disebabkan karena ada faktor yang mempengaruhinya meliputi pengalaman awal, proses pembelajaran, dan kebutuhan. Dengan adanya gangguan jiwa karena pengaruh tersebut dibutuhkan terapi penyembuhan sampai manusia dinyatakan benar-benar sehat baik jasmani maupun psikisnya.
sumber

ragme�-��3n