Selasa, 20 Maret 2012

Delusi

Ø  Apa  yang dimaksud dengan gangguan  Delusi ?
Gangguan delusi merupakan suatu kondisi dimana pikiran terdiri dari satu atau lebih delusi. Disebut juga ekspresi kepercayaan yang dimunculkan kedalam kehidupan nyata seperti merasa dirinya diracun oleh orang lain, dicintai, ditipu, merasa dirinya sakit atau disakiti. Gangguan delusi dapat terjadi pada siapa saja dengan beberapa kondisi tertentu, tanpa mestinya adanya gejala yang menunjukkan skizofrenia. Secara awam , orang yang bertemu dengan penderita gangguan delusi akan mempercayai apa yang diucapkan oleh penderita tersebut karena ekspresi wajah yang sangat meyakinkan. Orang yang disebut sebagai penderita gangguan Delusi bila kemunculan delusi tersebut bukan disebabkan oleh kondisi medis. Dalam ilmu kedokteran jiwa, dikatakan bahwa delusi (waham) sering dijumpai pada penderita gangguan mental yang merupakan salah satu dari gejala gangguan isi pikir. Waham atau delusi merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar yang cukup .
Ø  Ciri – ciri orang yang mengalami gangguan delusi adalah sebagai berikut :
Tidak realistik, Tidak logis, Menetap, Egosentris, Diyakini kebenarannya oleh penderita, Tidak dapat dikoreksi, Dihayati oleh penderita sebagai hal yang nyata, Penderita hidup dalam wahamnya itu, Keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian sosiokultural setempat.
Ø  Delusi (Waham) ada berbagai macam, yaitu :
1.    Waham kendali pikir (thought of being controlled). Penderita percaya bahwa pikirannya, perasaan atau tingkah lakunya dikendalikan oleh kekuatan dari luar.
2.  Waham kebesaran (delusion of grandiosty). Penderita mempunyai kepercayaan bahwa dirinya merupakan orang penting dan berpengaruh, mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yang terpendam, atau benar-benar merupakan figur orang kuat sepanjang sejarah (misal : Jendral Sudirman, Napoleon, Hitler, dll). Pasien mempercayai bahwa ia mempunyai pengetahuan yang lebih, bakat, insight, kekuatan, kepercayaan orang, atau mempunyai hubungan khusus dengan orang terkenal bahkan Tuhan.
3.            Waham Tersangkut. Penderita percaya bahwa setiap kejadian di sekelilingnya mempunyai hubungan pribadi seperti perintah atau pesan khusus. Penderita percaya bahwa orang asing di sekitarnya memperhatikan dirinya, penyiar televisi dan radio mengirimkan pesan dengan bahasa sandi.
4.            Waham bizarre, merupakan waham yang aneh. Termasuk dalam waham bizarre, antara lain : Waham sisip pikir/thought of insertion (percaya bahwa seseorang telah menyisipkan pikirannya ke kepala penderita); waham siar pikir/thought of broadcasting (percaya bahwa pikiran penderita dapat diketahui orang lain, orang lain seakan-akan dapat membaca pikiran penderita); waham sedot pikir/thought of withdrawal (percaya bahwa seseorang telah mengambil keluar pikirannya); waham kendali pikir;waham hipokondri
5.    Waham Hipokondri. Penderita percaya bahwa di dalam dirinya ada benda yang harus dikeluarkan sebab dapat membahayakan dirinya.
6.    Waham Cemburu (Delusion of jealous). Cemburu disini adalah cemburu yang bersifat patologis. Pasien mempercayai bahwa pasangannya berselingkuh atau tidak dapat dipercaya.
7.      Waham Curiga. Curiga patologis sehingga curiganya sangat berlebihan
8.            Waham Diancam. Kepercayaan atau keyakinan bahwa dirinya selalu diikuti, diancam, diganggu atau ada sekelompok orang yang memenuhinya.
9.            Waham Kejar. Percaya bahwa dirinya selalu dikejar-kejar orang
10.   Waham Bersalah. Percaya bahwa dirinya adalah orang yang bersalah
11.   Waham Berdosa. Percaya bahwa dirinya berdosa sehingga selalu murung
12.   Waham Tak Berguna. Percaya bahwa dirinya tak berguna lagi sehingga sering berpikir lebih baik mati (bunuh diri)
13.   Waham Miskin. Percaya bahwa dirinya adalah orang yang miskin.
14.   Delusion of erotomanic; individu atau pasien mempercayai seseorang mempunyai kedudukan penting dan terlibat percintaan dengannya.
15. Delusion of persecutory; pasien mempercayai bahwa dirinya ditipu, dimata-matai, diikuti, difitnah dan tidak mempercayai orang lain.
16.  Delusion of somatic; pasien mempercayai bahwa tubuhnya merasakan sensasi sesuatu atau merasakan salah satu dari   bagian organ tubuhnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
17.  Delusion of control; waham dimana individu beranggapan bahwa dirinya dikendalikan dari luar,   atau orang lain.
18.   Delusion of influence, pasien merasa dirinya dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan dari luar dirinya.
19.  Delusion of passivity, dimana individu dalam ketidaberdayaan, merasa dirinya sebagai orang paling malang.
20.    Delusion of perception, pengalaman indrawi yang berkenan dengan mistik atau mukjizat.
21.  Tipe campuran; mempunyai delusi lebih dari satu tema atau tipe lainnya yang berkaitan dengan budaya  setempat.
   Simtom
1) Munculnya delusi atau pikiran aneh-aneh yang merupakan refleksi pemikiran dari situasi tertentu yang kemudian muncul kedalam kehidupan nyata dengan waktu durasi minimal selama 1 bulan atau lebih.
2) Simtom berbeda dari skizofrenia bila individu belum pernah mengidap gangguan tersebut, kecuali diikuti dengan delusi pembauan secara konsisten bersamaan dengan tema yang ada.
3) Tidak adanya gangguan perilaku (atau bentuk perilaku yang ganjil) dan gangguan fungsi sosial
4) Gejala mood menyertai gejala delusi yang muncul berlangsung singkat selama episode delusi berlangsung
        5) Ganguan delusi tidak disebabkan oleh penggunaan obat dan kondisi medis tertentu

Faktor penyebab
Banyak faktor kemunculan delusi, berkembangnya atau mood yang tidak stabil mempunyai pengaruh terhadap kepercayaan-kepercayaan delusi. Misalnya saja pada tipe persecutory dan cemburu akan memicu munculnya rasa marah dan perilaku kekerasan. Himpitan ekonomi, banyaknya stressor disekeliling individu dapat memicu munculnya delusi hingga individu tersebut menjadi penakut. Individu yang mencoba mengobati dirinya dengan sesuatu yang seharusnya tidak perlu merasakan adanya pengaruh terhadap tubunya merupakan salah satu gambaran tipe somatic

Treatment
Gangguan delusi jarang sekali dirasakan sebagai suatu problem bagi individu, sehingga mereka menolak dilakukan intervensi medis, kecuali gangguan tersebut bila dirasakan cukup mengganggu, kehilangan kontak sosial atau munculnya konflik interpersonal.

Assessment dan diagnosa harus dilakukan dengan hati-hati karena kemunculan delusi berhubungan erat dengan beberapa gangguan lainnya; skizofrenia, depresi, demensia, delirium, stress, gangguan keperibadian, penyalahgunaan obat-obatan, narkoba, sakit anggota tubuh, dsb.
Bagi beberapa pasien dengan gangguan delusi, metode supportif kadang cukup membantu, keberhasilan metode ini dengan memberikan dukungan kepada pasien untuk mengikuti treatment secara teratur berupa memberikan pengetahuan dan pendidikan mengenai hubungan sosial (social-skills training) dan mengurangi resiko dari dampak gangguan delusi seperti kehilangan rasa peka, isolasi diri, stress dan menghindari terjebaknya dalam perilaku kekerasan. Disamping itu pasien juga dibimbing dalam menghadapi dunia nyata, bagaimana menyesuaikan harapan dan pikirannya dengan realistic.
Terapi kognitif juga dapat membantu pasien, ini dilakukan terapis dengan membantu pasien mengidentifikasi pikiran-pikiran maladaptif dengan beberapa pertanyaan yang disesuaikan dengan pengalaman individu. Selanjutnya terapis memberikan alternative yang lebih adaptif dan dapat disesuaikan. Diskusi tentang pikiran-pikiran delusi pasien dilaporkan cukup memberikan kontribusi membaiknya pasien.
Untuk membantu pasien dengan gangguan delusi kadang dibutuhkan teman, anggota keluarga atau kelompok diskusi, dukungan dari mereka dapat membantu individu menumbuhkan kembali kepercayaan dan kemampuan dirinya seperti semula. Cara terbaik adalah memberikan dukungan pendekatan positif dengan pasien berupa kritikan dan nasehat secara terus menerus sehingga pasien akan mempunyai pengalaman dalam menghadapi stres sehingga tidak semakim memburuknya delusi tersebut.
Contoh kasus Delusi :
§  Seorang pemuda bernama B yang berumur 28 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit jiwa Semarang. Ia pernah sekolah sampai SMA dan berasal dari Cirebon. Ia pernah menikah tapi kemudian bercerai. Pekerjaannya membantu orangtuanya di apotik. Keluhan utama keluarga tentang pasien adalah karena B sering marah-marah, ngomong-ngomong sendiri ingin pindah rumah, dan mencoba membunuh dirinya. Ia mulai menujukkan penyakitnya tahun 1980. Sebelumnya ia punya pengalaman menderita kencing darah (diduga karena buang air kecil di tempat keramat). Pada usia 24 tahun ia pernah ke Jakarta dan dipaksa teman-temannya untuk minum, namun karena B tidak mau teman-temannya memukul kepala B. Ia pernah dirawat berberapa kali di RSJ, namun belum sembuh ia sudah minta pulang. Usaha ingin membunuh diri didorong oleh komik yang ia baca. Tokoh komik itu diceritakan membunuh dirinya lalu masuk ke dalam sumur. Suatu hari B mendapat halusinasi, melihat api neraka yang sangat panas, dan pemiliknya meminta B membakar dirinya sendiri agar terlepas dari masalah-masalah hidupnya. Lalu B ke dapur mengambil minyak tanah dan menyiramkannya ke badannya lalu menyulut dengan api. Setelah terbakar B berlari menuju sumur dan mencemplungkan diri ke dalam sumur. Ia menderita luka bakar yang cukup parah.
Analisa :
Dalam kasus diatas B mengalami delusi atau waham, waham yang dialaminya adalah   waham pengaruh (delusion of influence) diamana B meyakini bahwa ada kekuatan dari luar mengendalikan pikiran dan tindakannya, misalnya ketika B mengalami kencing darah dimana B menduga penyakit tersebut datang karena dia buang air kecil ditempat keramat. Yang kedua pada peristiwa dimana B ingin membunuh diri didorong oleh komik yang ia baca. Tokoh komik itu diceritakan membunuh dirinya lalu masuk ke dalam sumur. Suatu hari B mendapat halusinasi, melihat api neraka yang sangat panas, dan pemiliknya meminta B membakar dirinya sendiri agar terlepas dari masalah-masalah hidupnya. Lalu B ke dapur mengambil minyak tanah dan menyiramkannya ke badannya lalu menyulut dengan api. Setelah terbakar B berlari menuju sumur dan mencemplungkan diri ke dalam sumur, B mendapat bisikan-biskan yang sebenarnya tidak ada. Penderita merasa yakin bahwa sesuatu akan terjadi pada dirinya (delusi) dan kadang-kadang diikuti oleh pengalaman-pengalaman individu (merasa melihat atau mendengar sesuatu) yang tidak dialami oleh orang lain.
Penyebab delusi bisa dikaji melalui pendekatan psikodinamik dan pendekatan fisiologis
1.     Pendekatan psikodinamik
Awal dari gangguan delusional dapat ditelusuri dari masalah – maslah awal dalam hubungan antarpribadi. Hal yang sangat penting adalah hubungan orangtua dan anak yang menyebabkan perkembangan sifat  - sifat seperti menyendiri,curiga dan dendam. Dalam sejarah pasien yang menderita gangguan delusionalsering ditemukan bukti adanya perasaan inferioritas yang kuat setelah gagala dalam bidang – bidang penyesuaian diri yang penting.  Simptom – simptom dari gangguan delusional sering berupa pembentuk- pembentukan reaksi dalam mengadakan respons terhadap perasaan bersalah yang tidak dapat diterima individu. Contoh teori yang menjelaskan psikodinamika dari proses gangguan delusi adalah teori psikoanalitik dari Freud.
Teori psikoanalitik- Freud menjelaskan bahwa pola yang berikut terjadi pada gangguan delusioanl.A.    ‘’ aku mencintainya’’ tetapi ini ditolak karena merupakan ungkapan dari kecenderungan-kecenderungan homoseksual yang tidak disadari dan tidak dapat diterima
B.     Dengan proses pembentukan reaksi
A berubah menjadi ‘’ aku membencinya ‘’ tetapi ini juga ditolak karena isinya agresif.
            c. mekanisme proyeksi mengubah B menjadi ‘’ ia membencikudan mengejar ngejar aku’’. Meskipun benar pola ini muncul dalam banyak kasus gangguan delusional, tetapi tidak cukup bukti mengemukakan sebagai penyebab umum gangguan delusional. 
2. Pendekatan Fisiologis
Delusi itu terjadi karena penggunaan bermacam – macam obat ( terutama amfetamin )atau karena individu menderita gangguan psikotik ( skizofrenia ). Dalam gangguan delusional tidak ditemukan  dalam patologi fisik atau biokimiawi yang menyebabkan delusi. Walaupun demikian ,banyak penelitian yang mengemukakan bahwa tumor – tumor endokrin yang diamati pada pemeriksaan mayat yang terjadi pada penderita gangguan delusional, dengan frekuensi 10 kali pada orang orang normal dan 4 kali pada pasien psikotik yang bukan menderita gangguan delusional.


Sumber :
http://perawatjiwaunpad.blogspot.com/2008/03/wahamdelusi-semaraknya-aliran-sesat.html
 http://www.psikomedia.com/article/view/Psikologi-Klinis/2235/GANGGUAN-DELUSI/
 books.google.co.id kesehatan mental 1-Drs Yustinus semiun, OFM





1 komentar: